NARONETO - Semakin kesini semakin seru mengikuti perkembangan politik di Banjarbaru. Entah karena statusnya yang kini menjadi Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan atau memang ada hal tersembunyi yang tidak diketahui kebanyakan orang awam.
Kenyataannya, posisi Banjarbaru Satu hingga diperebutkan yang konon tidaklah "murah" untuk mendapatkannya.
Bagi yang sering ngobrol pasti tahu kriteria paslon saya dalam kontestasi pilkada. Memang, sebagai perantau baru akan kedua kalinya jadi pemilih di Banjarbaru dan Kalimantan Selatan.
Sebenarnya, cukup sederhana kriteria paslon yang akan saya pilih. Tidak nyampah spanduk, baliho atau sejenisnya. Foto pencitraannya tidak banyak tersebar ditempat-tempat yang tidak semestinya.
Terakhir, ketika sudah menjabat fotonya tidak perlu ikut muncul diruang publik sampai mobil dinas. Untuk event kota, baik di billboard atau backdrop panggung nggak perlu segedhe gaban.
Sebagai bagian dari segelintir warga, saya yakin masih ada yang sependapat. Bagaimana pentingnya City Branding daripada Walkot Branding untuk kepentingan bersama jangka panjang, bukan kepentingan pribadi atau golongan sesaat lima tahunan.
"Itu mustahil mas Nar!" Kata teman.
Memang, tapi bukan berarti harapan itu tidak ada. Saya yakin suatu saat nanti akan ada paslon dengan kriteria tersebut. Zaman digital kok masih pakai vinil. Bahkan di Banjarbaru ada potensi itu.
"Siapa?" Dia penasaran.
"Kotak Kosong," jawab saya.
"Pilih Kotak Kosong itu penggembosan namanya," pendapatnya.
"Faktanya, kita dikasih pilihan Kotak Kosong kan?"
Minimal, Kotak Kosong tidak pernah nyampah, tidak pencitraan apalagi mengadakan konser, jalan sehat, tabligh akbar, pasar murah, bagi-bagi sembako, pengajian dan seremonial lainnya.
Paling tidak, Kotak Kosong menawarkan pilihan untuk mereka yang selama ini memilih untuk tidak memilih. Ikut me-restart pilihan yang ditawarkan partai. Kecuali, Kotak Kosong memang digunakan untuk kepentingan kelompok yang menungganginya.